Klasifikasi Penguat Audio
(bagian ketiga dari 3 tulisan)
oleh : aswan hamonangan
PA kelas C
Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian berikut ini.
gambar 10 : rangkaian dasar penguat kelas C
Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%, namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat jenis ini.
PA kelas D
Penguat kelas D menggunakan teknik PWM (pulse width modulation), dimana lebar dari pulsa ini proporsioal terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir, sinyal PWM men-drive transistor switching ON dan OFF sesuai dengan lebar pulsanya. Transistor switching yang digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11. Teknik sampling pada sistem penguat kelas D memerlukan sebuah generator gelombang segitiga dan komparator untuk menghasilkan sinyal PWM yang proporsional terhadap amplituda sinyal input. Pola sinyal PWM hasil dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada gambar-12. Paling akhir diperlukan filter untuk meningkatkan fidelitas.
gambar 11 : konsep penguat kelas D
gambar 12 : ilustrasi modulasi PWM penguat kelas D
Beberapa produsen pembuat PA meng-klaim penguat kelas D produksinya sebagai penguat digital. Secara kebetulan notasi D dapat diartikan menjadi Digital. Sebenarnya bukanlah persis demikian, sebab proses digital mestinya mengandung proses manipulasi sederetan bit-bit yang pada akhirnya ada proses konversi digital ke analog (DAC) atau ke PWM. Kalaupun mau disebut digital, penguat kelas D adalah penguat digital 1 bit (on atau off saja).
PA kelas E
Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh pasangan ayah dan anak Nathan D dan Alan D Sokal tahun 1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas C, penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja di daerah aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas E, transistor bekerja sebagai switching transistor seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah transistor jenis FET. Karena menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi yang memerlukan drive arus yang besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus dan tegangan logik pun sudah bisa membuat transitor switching tersebut bekerja. Karena dikenal efisien dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan disipasi panas yang relatif kecil, penguat kelas E banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile semisal telepon genggam. Di sini antena adalah bagian dari rangkaian resonansinya.
PA kelas T
Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat digital. Tripath Technology membuat desain digital amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power Processing (DPP). Mungkin terinspirasi dari PA kelas D, rangkaian akhirnya menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Pada penguat kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog. Sedangkan pada penguat kelas T, proses sebelumnya adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi timing delay dan phase.
PA kelas G
Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk memperbaiki efesiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat. Terutama untuk aplikasi yang membutuhkan power dengan tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan supplynya ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada tegangan supply +/-70 volt, +/-50 volt dan +/-20 volt. Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13. Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan rendah, yang aktif adalah pasangan tegangan supply +/-20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive suara yang keras, tegangan supply dapat di-switch ke pasangan tegangan supply maksimum +/-70 volt.

PENGENDALI SUHU KAWAT PEMANAS DENGAN TAMPILAN M1632 LCD OLEH MODUL DST-52 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PWM
Pada edisi sebelumnya pernah dibahas mengenai Thermometer Digital yang mendeteksi suhu melalui sensor panas LM35 dengan tampilan M1632 LCD maka pada artikel ini adalah merupakan pengembangan dari artikel thermometer digital, di mana system tidak hanya mendeteksi suhu saja melainkan juga menjaga agar suhu bertahan pada nilai tertentu yang diberikan melalui Keypad KP-43865 dengan menggunakan teknik PWM (Pulse Width Modulation). Teknik ini diberikan dengan mengatur lebar pulsa yang diberikan pada rangkaian pemanas dalam periode tertentu.
Gambar 1
Blok Diagram Sistem Pengendali Suhu
Untuk mempertahankan suhu pada suatu nilai tertentu digunakan bagian pemanas (heater). Pemanas ini dibentuk dengan menggunakan kawat nikelin atau kawat dari elemen pemanas setrika yang ditrigger oleh rangkaian transistor seperti pada gambar 2. Transistor 2N3055 yang mempunyai arus maksimum hingga 5A. Dengan arus sebesar 5A dan tegangan kerja 12 Volt, kawat pemanas yang terhubung adalah kawat dengan tahanan minimal 12/5 atau 2,4 ohm.
Transistor 2N3055 mempunyai HFE atau factor penguatan sebesar 20 kali, sehingga arus yang mengalir pada basis transistor ini adalah sebesar:
= 0,25A
AT8951 yang mempunyai arus maksimum sekitar 10mA pada I/Onya tentu saja tidak mampu untuk mengendalikan transistor ini secara langsung, oleh karena itu transistor C9014 dalam hal ini diperlukan untuk memperkuat arus keluaran AT8951.
= 0,00625 atau 6,25 mA
Arus basis transistor 2N3055 adalah merupakan arus kolektor dari transistor C9014 oleh karena itu, pada formula di atas maka ditemukan arus basis yang diperlukan untuk mengendalikan transistor C9014 adalah sebesar 6,25 mA yang dapat dihasilkan oleh keluaran AT8951
Gambar 2
Rangkaian pengendali panas
Gambar 3
Antar muka M1632 LCD dengan Modul DST-52
Tampilan dalam sistem ini menggunakan M1632 LCD dengan teknik antar muka 4 bit seperti yang telah dijelaskan pada edisi sebelumnya dan tampak pada gambar 3. Sedangkan pengambilan data suhu dilakukan dengan menggunakan antar muka ADC (gambar 4) dengan proses yang telah dijelaskan pada edisi yang membahas Thermometer Digital.
Gambar 4
Antar Muka Modul AD-0809
Gambar 5
Antar Muka KP-43865
Keypad 4×3 dalam hal ini merupakan media input ke sistem yang dibahas pada artikel ini berfungsi untuk memberikan nilai setpoint temperatur. Keypad ini terhubung pada port 1 dari Modul DST-52
Gambar 6
Diagram Alir Program Utama
Proses jalannya program diawali dengan inisialisasi LCD dan dilanjutkan dengan pengaturan set point. Setpoint diatur dengan memberikan nilai suhu yang diinginkan melalui keypad. Pada bagian ini, nilai tersebut selain dikirim ke mikrokontroler dan tersimpan pada variable setpoint juga dikirim ke M1632 LCD sehingga tampak pada layar LCD.
Setelah nilai setpoint terisi, program akan mengaktifkan pemanas dengan memberikan pulsa-pulsa yang mentrigger rangkaian transistor pada pemanas. Pulsa-pulsa tersebut akan memberikan panas berdasarkan lebar dari pulsa PWMTime (gambar 7). Lebar pulsa ini tersimpan pada variable PWMTime dari program yang ada pada Modul DST-52. Semakin lebar pulsa PWMTime maka panas yang dihasilkan oleh kawat pemanaspun akan semakin besar. Tampak sinyal yang ada pada bagian bawah dari gambar 7 mempunyai PWMTime yang lebih lebar daripada bagian atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang dibangkitkan oleh kawat pemanas dengan sinyal yang ada di bagian bawah lebih panas daripada sinyal yang bagian atas.
Gambar 7
Pulsa PWM
Hal ini disebabkan karena rangkaian pengendali panas pada gambar 2 bersifat aktif logika 0, oleh karena itu dengan adanya logika 0 yang semakin lebar dalam satu periode waktu tertentu maka panas yang dihasilkanpun akan semakin tinggi.
Pada mulanya pemanas diaktifkan dengan pulsa PWMTime paling kecil dan kemudian system akan membaca suhu yang terjadi melalui ADC. Data dari ADC yang berupa besaran tegangan dikonversi menjadi suhu dengan system pentabelan (Lihat table konversi pada artikel Thermometer Digital). Besaran suhu yang diperoleh juga ditampilkan ke layar LCD.
Bagian delay berfungsi untuk menunda kerja program beberapa saat untuk menunggu respon perubahan suhu dengan adanya perubahan PWMTime. Lama delay sangat tergantung pada beberapa factor. Di antaranya adalah, bahan dari kawat pemanas dan kecepatan perubahan yang diinginkan.
Pada bagian pengatur suhu sesuai setpoint, nilai suhu yang terbaca oleh ADC akan dibandingkan dengan nilai setpoint, (bagian ini dijelaskan lebih detail pada gambar 8) apabila nilai suhu belum mencapai setpoint, maka PWMTime akan terus bertambah hingga diperoleh nilai yang sama dengan setpoint. Apabila nilai suhu melebihi setpoint maka PWMTime akan berkurang hingga diperoleh pula nilai yang sama dengan setpoint.
Pada saat suhu sesuai dengan setpoint dengan toleransi yang disebutkan pada bagian konstantan Toleransi, maka pesan ‘Tercapai’ akan ditampilkan pada baris 1 M1632 LCD.
Program lengkap aplikasi ini dapat anda download di http://www.delta-electronic.com bagian software dengan nama KontrolSuhu.zip
Gambar 8
Diagram alir Bagian Pengaturan Suhu
gambar 13 : konsep penguat kelas G dengan tegangan supply yang bertingkat
PA kelas H
Konsep penguat kelas H sama dengan penguat kelas G dengan tegangan supply yang dapat berubah sesuai kebutuhan. Hanya saja pada penguat kelas H, tinggi rendahnya tegangan supply di-desain agar lebih linier tidak terbatas hanya ada 2 atau 3 tahap saja. Tegangan supply mengikuti tegangan output dan lebih tinggi hanya beberapa volt. Penguat kelas H ini cukup kompleks, namun akan menjadi sangat efisien.
Penutup
High fidelity dan high efficiency adalah dua hal yang menjadi tujuan pokok pada setiap rancangan rangkaian penguat amplifier. Ada beberapa konsep dan metoda lain dari penguat amplifier yang belum disinggung pada tulisan ini. Biasanya konsep dan metoda tersebut dinamakan menurut urutan abjad latin. Mungkin saja pada satu saat kita akan mengenal penguat kelas Z.
-end-

PULSE WIDHT MODULATION
Konsep Dasar PWM

Salah satu cara yang paling mudah untuk membangkitkan sebuah tegangnan analog dari sebuah nilai digital adalah dengan menggunakan pulse-width modulation (PWM). Dalam PWM gelombang kotak, frekuensi tinggi dibangkitkan sebagai output digital. Untuk contoh, sebuah port bit secara kontinyu melakukan kegiatan saklar on dan off pada frekuensi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bila sinyal diumpankan pada LPF low pass filter, tegangan pada output filter akan sama dengan Root Mean Squere ( RMS ) dari sinyal gelombang kotak. Selanjutnya tegangan RMS dapat divariasi dengan mengubah duty cycle dari sinyal.
DUTY CYCLE menyatakan fraksi waktu sinyal pada keadaan logika high dalam satu siklus. Satu siklus diawali oleh transisi low to high dari sinyal dan berakhir pada transisi berikutnya. Selama satu siklus, jika waktu sinyal pada keadaan high sama dengan low maka dikatakan sinyal mempunyai DUTY CYCLE 50 %. DUTY CYCLE 20 % menyatakan sinyal berada pada logika 1 selama 1/5 dari waktu total

PWM dengan Mikrokontroler
Pada rangkaian tersebut menunjukkan sebuah DAC yang dibangun dengan metode PWM, yang digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor DC dengan modulasi lebar pulsa. Bit 0 dari P0 mengemudikan sebut saklar transistor sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar. Motor dihidupkan dan dimatikan untuk suatu periode tertentu
Bagian pada saat motor hidup disebut DUTY CYCLE. Pada program ini menggunakan sebuah byte untuk menyimpan lama waktu motor on, dari sejumlah 256 siklus. Bila duty cycle yang diberikan adalah 10 % maka program ini menyimpan data waktu ON selama 10 siklus dan OFF selama 246 siklus dari 256 siklus.
Berikutnya nilai duty cycle disimpan pada RAM internal yang diberi label dCycle. Komplemen dari duty cycle disimpan pada RAM internal dengan nama dCycleC. Pada perancangan software ini, Timer 0 diaplikasikan dalam mode 2, yaitu 8 bit timer auto reload, yang akan melakukan increment nilai register counter setiap siklus, dan bila terjadi overflow maka data yang berada pada TH0 akan diloadkan ke TL0 yang berfungsi sebagai counter 8 bit.
Bila frekuensi kristal yang digunakan adalah 12 Mhz, sehingga jika nilai reload adalah 0 maka timer 0 akan over flow setiap 256 udetik; dan jika nilai reload adalah FFh maka timer akan over flow setiap 1 udetik. Pertama kali program menghidupkan motor dan menempatkan nilai dCycle ke TH0 sebagai nilai reload. Setelah timer overflow, komplemen dari duty cycle dCycleC akan ditempatkan ke TH0 sebagai nilai reload dan motor berhenti berputar. Pada pemrograman ini keadaan motor dapat dilihat pada register yang dapat dialamati bit, yang ditandai sebagai motorFlag.

Pulse Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar sinyal atau tegangan yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda, yang akan digunakan untuk mentransfer data pada telekomunikasi ataupun mengatur tegangan sumber yang konstan untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. Penggunaan PWM sangat banyak, mulai dari pemodulasian data untuk telekomunikasi, pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban, regulator tegangan, audio effect dan penguatan, serta aplikasi-aplikasi lainnya.

Terlihat pada gambar, bahwa sinyal PWM adalah sinyal digital yang amplitudonya tetap, namun lebar pulsa yang aktif (duty cycle) per periodenya dapat diubah-ubah. Dimana periodenya adalah waktu pulsa high (1) Ton ditambah waktu pulsa low (0) Toff.

Duty cycle adalah lamanya pulsa high (1) Ton dalam satu perioda. Jika f(t) adalah sinyal PWM, maka besarnya duty cyclenya adalah :

Pada grafik PWM teratas terlihat bahwa sinyal high per periodenya, sangat kecil (hanya 10%). Pada grafik PWM ditengah terlihat sinyal highnya hampir sama dengan sinyal low (50%). Dan pada gambar paling bawah terlihat bahwa sinyal high-nya lebih besar dari sinyal low-nya (90%).

Maka jika dimisalkan tegangan input yang melalui rangkaian tersebut sebesar 10 V. Maka jika digunakan PWM teratas, nilai tegangan output rata-ratanya sebesar 1 V (10% dari Vsource), jika digunakan PWM yang tengah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 5V (50%). Begitu pula jika menggunakan PWM yang paling bawah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 9V (90%).

Bagaimana cara mendapatkan sinyal PWM?
Untuk mendapatkan sinyal PWM dari input berupa sinyal analog, dapat dilakukan dengan membentuk gelombang gigi gergaji atau sinyal segitiga yang diteruskan ke komparator bersama sinyal aslinya. (Namun berbahagialah bagi para pengguna mikrokontroler, sebab pada beberapa tipe mikrokontroler telah tersedia fasilitas pembangkit PWM. Jadi tidak perlu bingung-bingung lagi)

Dimana sinyal input analog (berwarna hijau) dimodulasikan dengan sinyal gigi gergaji (berwarna biru), sehingga didapatkan sinyal PWM seperti gambar dibawahnya (berwarna merah)

Ya… segini dulu aja teorinya. Saya rasa topik ini bisa dikembangkan, terutama bagi para penggemar mikrokontroler dan robotika. Untuk mengatur kecepatan putar motor DC, membuat dimmer LED, atau pengontrolan lainnya. Intinya, bagaimana caranya mengontrol daya yang diberikan ke beban, dengan menggunakan sumber yang konstan? Jawabannya adalah PWM!

Silahkan.. yang mau menambahkan! Dengan sangat senang hati.

Pulse Width Modulation

September 21, 2007 oleh roenz

Salah satu cara untuk mengirimkan informasi analog adalah dengan menggunakan pulsa-pulsa tegangan atau pulsa-pulsa arus. Dengan modulasi pulsa, pembawa informasi terdiri dari pulsa-pulsa persegi yang berulang-ulang. Salah satu teknik modulasi pulsa yang digunakan adalah teknik modulasi durasi atau lebar dari waktu tunda positif ataupun waktu tunda negatif pulsa-pulsa persegi tersebut. Metode tersebut dikenal dengan nama Pulse Width Modulation (PWM). Metode PWM dikenal juga dengan nama Pulse Duration Modulation (PDM) atau Pulse Length Modulation (PLM)

Untuk membangkitkan sinyal PWM, digunakan komparator untuk membandingkan dua buah masukan yaitu generator sinyal dan sinyal referensi. Hasil keluaran dari komparator adalah sinyal PWM yang berupa pulsa-pulsa persegi yang berulang-ulang. Durasi atau lebar pulsa dapat dimodulasi dengan cara mengubah sinyal referensi.

Metode PWM digunakan untuk mengatur kecepatan motor, informasi yang dibawa oleh pulsa-pulsa persegi merupakan tegangan rata-rata. Besarnya tegangan rata-rata tersebut dapat diperoleh dari :

Vout = (Vref * duty cycle) / periode

Semakin lebar durasi waktu tunda positif pulsa dari sinyal PWM yang dihasilkan, maka perputaran motor akan semakin cepat, demikian juga sebaliknya.

36

Klasifikasi Penguat Audio
(bagian ketiga dari 3 tulisan)
oleh : aswan hamonangan
PA kelas C
Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian berikut ini.
gambar 10 : rangkaian dasar penguat kelas C
Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%, namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat jenis ini.
PA kelas D
Penguat kelas D menggunakan teknik PWM (pulse width modulation), dimana lebar dari pulsa ini proporsioal terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir, sinyal PWM men-drive transistor switching ON dan OFF sesuai dengan lebar pulsanya. Transistor switching yang digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11. Teknik sampling pada sistem penguat kelas D memerlukan sebuah generator gelombang segitiga dan komparator untuk menghasilkan sinyal PWM yang proporsional terhadap amplituda sinyal input. Pola sinyal PWM hasil dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada gambar-12. Paling akhir diperlukan filter untuk meningkatkan fidelitas.
gambar 11 : konsep penguat kelas D
gambar 12 : ilustrasi modulasi PWM penguat kelas D
Beberapa produsen pembuat PA meng-klaim penguat kelas D produksinya sebagai penguat digital. Secara kebetulan notasi D dapat diartikan menjadi Digital. Sebenarnya bukanlah persis demikian, sebab proses digital mestinya mengandung proses manipulasi sederetan bit-bit yang pada akhirnya ada proses konversi digital ke analog (DAC) atau ke PWM. Kalaupun mau disebut digital, penguat kelas D adalah penguat digital 1 bit (on atau off saja).
PA kelas E
Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh pasangan ayah dan anak Nathan D dan Alan D Sokal tahun 1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas C, penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja di daerah aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas E, transistor bekerja sebagai switching transistor seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah transistor jenis FET. Karena menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi yang memerlukan drive arus yang besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus dan tegangan logik pun sudah bisa membuat transitor switching tersebut bekerja. Karena dikenal efisien dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan disipasi panas yang relatif kecil, penguat kelas E banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile semisal telepon genggam. Di sini antena adalah bagian dari rangkaian resonansinya.
PA kelas T
Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat digital. Tripath Technology membuat desain digital amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power Processing (DPP). Mungkin terinspirasi dari PA kelas D, rangkaian akhirnya menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Pada penguat kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog. Sedangkan pada penguat kelas T, proses sebelumnya adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi timing delay dan phase.
PA kelas G
Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk memperbaiki efesiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat. Terutama untuk aplikasi yang membutuhkan power dengan tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan supplynya ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada tegangan supply +/-70 volt, +/-50 volt dan +/-20 volt. Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13. Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan rendah, yang aktif adalah pasangan tegangan supply +/-20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive suara yang keras, tegangan supply dapat di-switch ke pasangan tegangan supply maksimum +/-70 volt.

PENGENDALI SUHU KAWAT PEMANAS DENGAN TAMPILAN M1632 LCD OLEH MODUL DST-52 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PWM
Pada edisi sebelumnya pernah dibahas mengenai Thermometer Digital yang mendeteksi suhu melalui sensor panas LM35 dengan tampilan M1632 LCD maka pada artikel ini adalah merupakan pengembangan dari artikel thermometer digital, di mana system tidak hanya mendeteksi suhu saja melainkan juga menjaga agar suhu bertahan pada nilai tertentu yang diberikan melalui Keypad KP-43865 dengan menggunakan teknik PWM (Pulse Width Modulation). Teknik ini diberikan dengan mengatur lebar pulsa yang diberikan pada rangkaian pemanas dalam periode tertentu.
Gambar 1
Blok Diagram Sistem Pengendali Suhu
Untuk mempertahankan suhu pada suatu nilai tertentu digunakan bagian pemanas (heater). Pemanas ini dibentuk dengan menggunakan kawat nikelin atau kawat dari elemen pemanas setrika yang ditrigger oleh rangkaian transistor seperti pada gambar 2. Transistor 2N3055 yang mempunyai arus maksimum hingga 5A. Dengan arus sebesar 5A dan tegangan kerja 12 Volt, kawat pemanas yang terhubung adalah kawat dengan tahanan minimal 12/5 atau 2,4 ohm.
Transistor 2N3055 mempunyai HFE atau factor penguatan sebesar 20 kali, sehingga arus yang mengalir pada basis transistor ini adalah sebesar:
= 0,25A
AT8951 yang mempunyai arus maksimum sekitar 10mA pada I/Onya tentu saja tidak mampu untuk mengendalikan transistor ini secara langsung, oleh karena itu transistor C9014 dalam hal ini diperlukan untuk memperkuat arus keluaran AT8951.
= 0,00625 atau 6,25 mA
Arus basis transistor 2N3055 adalah merupakan arus kolektor dari transistor C9014 oleh karena itu, pada formula di atas maka ditemukan arus basis yang diperlukan untuk mengendalikan transistor C9014 adalah sebesar 6,25 mA yang dapat dihasilkan oleh keluaran AT8951
Gambar 2
Rangkaian pengendali panas
Gambar 3
Antar muka M1632 LCD dengan Modul DST-52
Tampilan dalam sistem ini menggunakan M1632 LCD dengan teknik antar muka 4 bit seperti yang telah dijelaskan pada edisi sebelumnya dan tampak pada gambar 3. Sedangkan pengambilan data suhu dilakukan dengan menggunakan antar muka ADC (gambar 4) dengan proses yang telah dijelaskan pada edisi yang membahas Thermometer Digital.
Gambar 4
Antar Muka Modul AD-0809
Gambar 5
Antar Muka KP-43865
Keypad 4×3 dalam hal ini merupakan media input ke sistem yang dibahas pada artikel ini berfungsi untuk memberikan nilai setpoint temperatur. Keypad ini terhubung pada port 1 dari Modul DST-52
Gambar 6
Diagram Alir Program Utama
Proses jalannya program diawali dengan inisialisasi LCD dan dilanjutkan dengan pengaturan set point. Setpoint diatur dengan memberikan nilai suhu yang diinginkan melalui keypad. Pada bagian ini, nilai tersebut selain dikirim ke mikrokontroler dan tersimpan pada variable setpoint juga dikirim ke M1632 LCD sehingga tampak pada layar LCD.
Setelah nilai setpoint terisi, program akan mengaktifkan pemanas dengan memberikan pulsa-pulsa yang mentrigger rangkaian transistor pada pemanas. Pulsa-pulsa tersebut akan memberikan panas berdasarkan lebar dari pulsa PWMTime (gambar 7). Lebar pulsa ini tersimpan pada variable PWMTime dari program yang ada pada Modul DST-52. Semakin lebar pulsa PWMTime maka panas yang dihasilkan oleh kawat pemanaspun akan semakin besar. Tampak sinyal yang ada pada bagian bawah dari gambar 7 mempunyai PWMTime yang lebih lebar daripada bagian atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang dibangkitkan oleh kawat pemanas dengan sinyal yang ada di bagian bawah lebih panas daripada sinyal yang bagian atas.
Gambar 7
Pulsa PWM
Hal ini disebabkan karena rangkaian pengendali panas pada gambar 2 bersifat aktif logika 0, oleh karena itu dengan adanya logika 0 yang semakin lebar dalam satu periode waktu tertentu maka panas yang dihasilkanpun akan semakin tinggi.
Pada mulanya pemanas diaktifkan dengan pulsa PWMTime paling kecil dan kemudian system akan membaca suhu yang terjadi melalui ADC. Data dari ADC yang berupa besaran tegangan dikonversi menjadi suhu dengan system pentabelan (Lihat table konversi pada artikel Thermometer Digital). Besaran suhu yang diperoleh juga ditampilkan ke layar LCD.
Bagian delay berfungsi untuk menunda kerja program beberapa saat untuk menunggu respon perubahan suhu dengan adanya perubahan PWMTime. Lama delay sangat tergantung pada beberapa factor. Di antaranya adalah, bahan dari kawat pemanas dan kecepatan perubahan yang diinginkan.
Pada bagian pengatur suhu sesuai setpoint, nilai suhu yang terbaca oleh ADC akan dibandingkan dengan nilai setpoint, (bagian ini dijelaskan lebih detail pada gambar 8) apabila nilai suhu belum mencapai setpoint, maka PWMTime akan terus bertambah hingga diperoleh nilai yang sama dengan setpoint. Apabila nilai suhu melebihi setpoint maka PWMTime akan berkurang hingga diperoleh pula nilai yang sama dengan setpoint.
Pada saat suhu sesuai dengan setpoint dengan toleransi yang disebutkan pada bagian konstantan Toleransi, maka pesan ‘Tercapai’ akan ditampilkan pada baris 1 M1632 LCD.
Program lengkap aplikasi ini dapat anda download di http://www.delta-electronic.com bagian software dengan nama KontrolSuhu.zip
Gambar 8
Diagram alir Bagian Pengaturan Suhu
gambar 13 : konsep penguat kelas G dengan tegangan supply yang bertingkat
PA kelas H
Konsep penguat kelas H sama dengan penguat kelas G dengan tegangan supply yang dapat berubah sesuai kebutuhan. Hanya saja pada penguat kelas H, tinggi rendahnya tegangan supply di-desain agar lebih linier tidak terbatas hanya ada 2 atau 3 tahap saja. Tegangan supply mengikuti tegangan output dan lebih tinggi hanya beberapa volt. Penguat kelas H ini cukup kompleks, namun akan menjadi sangat efisien.
Penutup
High fidelity dan high efficiency adalah dua hal yang menjadi tujuan pokok pada setiap rancangan rangkaian penguat amplifier. Ada beberapa konsep dan metoda lain dari penguat amplifier yang belum disinggung pada tulisan ini. Biasanya konsep dan metoda tersebut dinamakan menurut urutan abjad latin. Mungkin saja pada satu saat kita akan mengenal penguat kelas Z.
-end-

PULSE WIDHT MODULATION
Konsep Dasar PWM

Salah satu cara yang paling mudah untuk membangkitkan sebuah tegangnan analog dari sebuah nilai digital adalah dengan menggunakan pulse-width modulation (PWM). Dalam PWM gelombang kotak, frekuensi tinggi dibangkitkan sebagai output digital. Untuk contoh, sebuah port bit secara kontinyu melakukan kegiatan saklar on dan off pada frekuensi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bila sinyal diumpankan pada LPF low pass filter, tegangan pada output filter akan sama dengan Root Mean Squere ( RMS ) dari sinyal gelombang kotak. Selanjutnya tegangan RMS dapat divariasi dengan mengubah duty cycle dari sinyal.
DUTY CYCLE menyatakan fraksi waktu sinyal pada keadaan logika high dalam satu siklus. Satu siklus diawali oleh transisi low to high dari sinyal dan berakhir pada transisi berikutnya. Selama satu siklus, jika waktu sinyal pada keadaan high sama dengan low maka dikatakan sinyal mempunyai DUTY CYCLE 50 %. DUTY CYCLE 20 % menyatakan sinyal berada pada logika 1 selama 1/5 dari waktu total

PWM dengan Mikrokontroler
Pada rangkaian tersebut menunjukkan sebuah DAC yang dibangun dengan metode PWM, yang digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor DC dengan modulasi lebar pulsa. Bit 0 dari P0 mengemudikan sebut saklar transistor sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar. Motor dihidupkan dan dimatikan untuk suatu periode tertentu
Bagian pada saat motor hidup disebut DUTY CYCLE. Pada program ini menggunakan sebuah byte untuk menyimpan lama waktu motor on, dari sejumlah 256 siklus. Bila duty cycle yang diberikan adalah 10 % maka program ini menyimpan data waktu ON selama 10 siklus dan OFF selama 246 siklus dari 256 siklus.
Berikutnya nilai duty cycle disimpan pada RAM internal yang diberi label dCycle. Komplemen dari duty cycle disimpan pada RAM internal dengan nama dCycleC. Pada perancangan software ini, Timer 0 diaplikasikan dalam mode 2, yaitu 8 bit timer auto reload, yang akan melakukan increment nilai register counter setiap siklus, dan bila terjadi overflow maka data yang berada pada TH0 akan diloadkan ke TL0 yang berfungsi sebagai counter 8 bit.
Bila frekuensi kristal yang digunakan adalah 12 Mhz, sehingga jika nilai reload adalah 0 maka timer 0 akan over flow setiap 256 udetik; dan jika nilai reload adalah FFh maka timer akan over flow setiap 1 udetik. Pertama kali program menghidupkan motor dan menempatkan nilai dCycle ke TH0 sebagai nilai reload. Setelah timer overflow, komplemen dari duty cycle dCycleC akan ditempatkan ke TH0 sebagai nilai reload dan motor berhenti berputar. Pada pemrograman ini keadaan motor dapat dilihat pada register yang dapat dialamati bit, yang ditandai sebagai motorFlag.

Pulse Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar sinyal atau tegangan yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda, yang akan digunakan untuk mentransfer data pada telekomunikasi ataupun mengatur tegangan sumber yang konstan untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. Penggunaan PWM sangat banyak, mulai dari pemodulasian data untuk telekomunikasi, pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban, regulator tegangan, audio effect dan penguatan, serta aplikasi-aplikasi lainnya.

Terlihat pada gambar, bahwa sinyal PWM adalah sinyal digital yang amplitudonya tetap, namun lebar pulsa yang aktif (duty cycle) per periodenya dapat diubah-ubah. Dimana periodenya adalah waktu pulsa high (1) Ton ditambah waktu pulsa low (0) Toff.

Duty cycle adalah lamanya pulsa high (1) Ton dalam satu perioda. Jika f(t) adalah sinyal PWM, maka besarnya duty cyclenya adalah :

Pada grafik PWM teratas terlihat bahwa sinyal high per periodenya, sangat kecil (hanya 10%). Pada grafik PWM ditengah terlihat sinyal highnya hampir sama dengan sinyal low (50%). Dan pada gambar paling bawah terlihat bahwa sinyal high-nya lebih besar dari sinyal low-nya (90%).

Maka jika dimisalkan tegangan input yang melalui rangkaian tersebut sebesar 10 V. Maka jika digunakan PWM teratas, nilai tegangan output rata-ratanya sebesar 1 V (10% dari Vsource), jika digunakan PWM yang tengah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 5V (50%). Begitu pula jika menggunakan PWM yang paling bawah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 9V (90%).

Bagaimana cara mendapatkan sinyal PWM?
Untuk mendapatkan sinyal PWM dari input berupa sinyal analog, dapat dilakukan dengan membentuk gelombang gigi gergaji atau sinyal segitiga yang diteruskan ke komparator bersama sinyal aslinya. (Namun berbahagialah bagi para pengguna mikrokontroler, sebab pada beberapa tipe mikrokontroler telah tersedia fasilitas pembangkit PWM. Jadi tidak perlu bingung-bingung lagi)

Dimana sinyal input analog (berwarna hijau) dimodulasikan dengan sinyal gigi gergaji (berwarna biru), sehingga didapatkan sinyal PWM seperti gambar dibawahnya (berwarna merah)

Ya… segini dulu aja teorinya. Saya rasa topik ini bisa dikembangkan, terutama bagi para penggemar mikrokontroler dan robotika. Untuk mengatur kecepatan putar motor DC, membuat dimmer LED, atau pengontrolan lainnya. Intinya, bagaimana caranya mengontrol daya yang diberikan ke beban, dengan menggunakan sumber yang konstan? Jawabannya adalah PWM!

Silahkan.. yang mau menambahkan! Dengan sangat senang hati.

Pulse Width Modulation

September 21, 2007 oleh roenz

Salah satu cara untuk mengirimkan informasi analog adalah dengan menggunakan pulsa-pulsa tegangan atau pulsa-pulsa arus. Dengan modulasi pulsa, pembawa informasi terdiri dari pulsa-pulsa persegi yang berulang-ulang. Salah satu teknik modulasi pulsa yang digunakan adalah teknik modulasi durasi atau lebar dari waktu tunda positif ataupun waktu tunda negatif pulsa-pulsa persegi tersebut. Metode tersebut dikenal dengan nama Pulse Width Modulation (PWM). Metode PWM dikenal juga dengan nama Pulse Duration Modulation (PDM) atau Pulse Length Modulation (PLM)

Untuk membangkitkan sinyal PWM, digunakan komparator untuk membandingkan dua buah masukan yaitu generator sinyal dan sinyal referensi. Hasil keluaran dari komparator adalah sinyal PWM yang berupa pulsa-pulsa persegi yang berulang-ulang. Durasi atau lebar pulsa dapat dimodulasi dengan cara mengubah sinyal referensi.

Metode PWM digunakan untuk mengatur kecepatan motor, informasi yang dibawa oleh pulsa-pulsa persegi merupakan tegangan rata-rata. Besarnya tegangan rata-rata tersebut dapat diperoleh dari :

Vout = (Vref * duty cycle) / periode

Semakin lebar durasi waktu tunda positif pulsa dari sinyal PWM yang dihasilkan, maka perputaran motor akan semakin cepat, demikian juga sebaliknya.